Kamis, 01 Desember 2011

Dia Sudah Minta Maaf

Matahari sudah mulai condong ke barat, tetapi udara terasa amat panas. Ketika itu sebuah bus antar kota sedang melaju ke arah timur. Penumpangnya penuh. Banyak penumpang yang menggunakan koran sebagai kipas. Banyak pula penumpang yang mengantuk dengan keringat membasahi wajah. Akan tetapi, ada seorang laki-laki yang kelihatan masih segar. Ia sedang asyik dengan teka-teki silang. Demikian  asyiknya sehingga dia tidak menyadarisituasi sekelilingnya.
Tanpa mengangkat muka, lelaki itu mengmbil rokok dari sakunya, lalu menyalakannya. Anak korek api yang masih menyala itu di lempar ke luar jendela. Tetapi lelaki itu terperanjat ketika ada suara membentak dengan kasar. "kamu mau mampus? kamu tak punya mata? kamu tak tau disini pompa bensin? dengus pelayan pompa bensin.
Kebakaran memang tidak terjadi. akan tetapi karena sadar akan kelengahhannya, lelaki itu diam seribu bahasa. wajahnya pucat. sementara itu pelayan pompa bensin tetap memberondongnya dengan kata-kata pedas.para penumpang lain dan awak bus ikut terpenggaruh dan berganti  ganti mencurahkankekesalan mereka.
"Kamu tahu, kita semua bisamenjadi arang bila bus ini terbakar?"
"Kamu mau menanggung anak istri kami andaikan kami mati terbakar disini?"
"Ini bus bung, bukan gerobak. Jalannya pakai minyak yang mudah terbakar! Bung orang kampung ya?"
Barang kali dalam upaya menghentikan kata-kata yang pedas terus mengalir, lelaki yang merasa bersalah itu bangun. dengan bibir gemetar dia membuka suara.
"Bapak, ibu, saudara sekalian, saya minta maaf. Saya memang bersalah dan sekarang tak bisa berkata lain kecuali meminta maaf kepada bapak, ibu, saudara sekalian."
Boleh jadi orang itu ingin mrnambah kata-katanya. Akan tetapi sebuah suara keras menghentikan lidahnya.
"Enak saja kamu minta maaf! Apakah kalau benar-benar terjadi kebakaran, kamu juga akan minta maaf kepada kami yang mungkinsudah menjadi mayat".
Cacian lain masih datang beruntun Lelaki itu memandang sekeliling dan dilihatnya wajah-wajah yang tak bersahabat. Kemudian dengan tenang ia mengemasi barang-barang-barangnya dan turun di pompa bensin itu juga. Boleh jadi karena tidak tahan mendengar ocehan yang menyakitkan dan terus berkepanjangan.